International Renewable Energy Agency (IRENA) melaporkan bahwa energi terbarukan (ET) terus mengalami kemajuan dengan penambahan kapasitas ET selama 8 tahun terakhir. Hal ini sejalan pula dengan perkembangan inovasi dan kompetisi teknologi ET yang membuat harga ET semakin murah dari pada energi fosil di 85% negara di dunia. Selain itu, dalam UN Climate Action Pathway for Energy, IRENA memetakan bahwa di tahun 2025 seluruh penambangan batubara di dunia akan mengalami penurunan drastis karena tidak ekonomis dibandingkan ET.
Gerakan massif peralihan energi fosil ke ET atau yang lebih dikenal sebagai transisi energi ini, disadari pula oleh Harris Yahya, Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan. Ia memaparkan perkembangan ET, khususnya energi surya, dalam acara daring Membuka Pasar Surya Atap di Sumatera Utara (Sumut). Acara ini diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sumut dalam melanjutkan kampanye Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) yang genap berusia tiga tahun pada September lalu. Setelah Jawa Tengah yang berkomitmen sebagai provinsi surya, AESI kini mendorong Sumut untuk memberdayakan potensi ET untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Harris menjelaskan bahwa Indonesia sedang dalam upaya mencapai target 23% bauran ET di tahun 2025, sementara realisasinya hingga kini hanya 10,9%.
Salah satu cara potensial untuk mengejar ketertinggalan bauran ET adalah dengan implementasi PLTS. Dengan demikian, industri dalam negeri bisa bergeliat dengan adanya industri ET, khususnya tenaga surya, sehingga bisa membuka peluang kerja hijau dan terjadi penurunan emisi CO2,”ungkapnya.
Harris yakin PLTS akan berkembang semakin besar setelah rancangan Perpres mengenai ET ditandatangani presiden. Penyediaan PLTS tidak hanya pada PLN sebagai skala utilitasnya, tapi juga bisa digunakan untuk menggantikan pembangkit diesel.
“Kami merencanakan penggunaan ET untuk mensubstitusi pembangkit listrik tenaga diesel hingga 2.600 MW, baik dengan energi surya maupun biomassa,” jelas Harris.
Irwansyah Putra, General Manager PLN Unit Induk Wilayah Sumatera Utara yang turut hadir dalam diskusi mengemukakan bahwa pihaknya mendukung penuh kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan PLTS di Sumut.
“PLN mendukung penggunaan PLTS untuk digunakan di Sumatera Utara baik PLTS Atap ataupun PLTS komunal, baik on-grid maupun off-grid. Baik non-pelanggan PLN seperti desa yang belum berlistrik ataupun pelanggan PLN yang sudah ada dengan mengacu pada regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah.”
Irwansyah menuturkan bahwa PLN Sumut pun berencana untuk mengevaluasi program desentralisasi untuk wilayah kepulauan (desa-desa berlistrik) agar menggunakan PLTS Atap dalam waktu dekat.
Dalam kesempatan yang sama, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menggaris bawahi besarnya potensi energi surya di Indonesia berdasarkan hasil studi IESR.
Melihat kapasitas lahan yang ada, potensi pemasangan PLTS secara ground mounting (lahan terbuka) bisa mencapai 9.000 GWp dengan potensi pembangkitannya hingga 13 ribu TWh/tahun. Dengan potensi sebesar ini, Indonesia dapat memenuhi 100% kebutuhan energinya dari energi surya, sebenarnya. Potensi PLTS Atap di bangunan rumah saja mencapai 655 GWp,”tukasnya.
Ia juga menjabarkan potensi teknis PLTS Atap di Sumut yakni 10,2-34,6 GWp untuk bangunan rumah. Sedangkan bila merujuk pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang mendorong aplikasi PLTS Atap di kantor pemerintahan, bupati dan walikota, maka Sumut memiliki potensi mencapai 9 MWp.
Dinas ESDM Sumut, yang diwakili oleh Karlo Purba, Kepala Bidang Kelistrikan, memaparkan pihaknya mulai menerapkan strategi pemanfaatan PLTS Atap seperti yang tercantum dalam rancangan RUED-P (Rencana Umum Energi Daerah Provinsi)) yakni dengan mewajibkan pemanfaatan sel surya minimum sebesar 30% gedung pemerintah, serta 25% bagi komplek rumah mewah dan apartemen dan berharap dapat meningkatkan minat masyarakat dan kelompok komersial serta industri.
Sementara itu, dalam diskusi yang sama, tiga pengembang PLTS Atap yakni SUN Energy, PT Engie Indonesia, dan PT ATW Solar Indonesia menawarkan berbagai model pembayaran yang menarik dalam pemasangan panel surya.
“Yang menjadi primadona adalah skema performance-based rating. Pelanggan tidak perlu mengeluarkan sepeserpun untuk investasi awal surya atap. Bahkan, sistem surya atap akan menjadi milik pelanggan sepenuhnya setelah kontrak berakhir,” jelas I Made Aditya Suryawidya, Head of Business Solution SUN Energy.
Hingga Oktober 2020, terdapat 2.556 pelanggan PLN yang menggunakan PLTS Atap dengan total kapasitas terpasang 18,2 MW.
Saksikan siaran tundanya di tautan berikut
2 Comments
Your exemplary work demonstrates remarkable potential. With strategic enhancements, this foundation can be transformed into a pioneering contribution that advances the field and solidifies your position as an industry authority.
Your exemplary work demonstrates remarkable potential. With strategic enhancements, this foundation can be transformed into a pioneering contribution that advances the field and solidifies your position as an industry authority.